Perbuatan positif sekecil apapun sudah pasti akan berdampak baik pada masa sekarang maupun masa depan. Bahwa masa depan merupakan refleksi dari masa lalu atau masa sekarang. Sejalan dengan hal tersebut, Gerakan Lingkungan Hidup merupakan kumpulan dari bagian-bagian kecil gerakan kepedulian manusia terhadap lingkungan di sekitarnya. Salah satu gerakan kecil yang memiliki dampak besar bagi keberlangsungan kehidupan adalah budaya hemat air. Hal sederhana seperti menghemat air kerap dianggap sepele dan diabaikan. Pandangan tersebut tercipta karena manusia belum sepenuhnya memahami dan merasakan dampak dari kelangkaan air bersih.
Upaya dalam membudayakan hemat air dapat dilaksanakan oleh guru yang bekerjasama dengan para siswa di lingkungan sekolah. Secara umum lingkungan sekolah merupakan salah satu tempat yang paling sering digunakan oleh warganya, yakni guru dan siswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan. Pembelajaran merupakan kegiatan pokok yang dilaksanakan di lingkungan sekolah dengan kurun waktu hampir satu hari. Lamanya kegiatan sekolah yang berlangsung berbanding lurus dengan banyaknya penggunaan fasilitas yang digunakan di sekolah, salah satunya adalah penggunaan air bersih. Kampanye hemat air sudah dilaksanakan oleh guru mulai dari jenjang pendidikan paling bawah sampai paling atas dengan harapan budaya tersebut dapat diaplikasikan di kehidupan sehari-hari.
Perilaku hemat sudah diajarkan kepada siswa sejak jenjang pendidikan paling bawah, salah satunya melalui mata pelajaran PPKn atau yang sekarang disebut Pendidikan Pancasila. Disebutkan dalam pancasila yaitu sila kelima diharuskan masyarakat menerapkan hidup hemat, dan sebisa mungkin perilaku hidup hemat dilakukan sejak dini yaitu diperkenalkan sejak sekolah dasar. Hemat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti berdikit-dikit atau berhati-hati, tidak boros. Perilaku hemat juga telah diajarkan dalam pembelajaran agama, yakni berkaitan tentang sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai manusia dianjurkan untuk senantiasa hidup berhemat. Adapun dari penjelasan tersebut dapat dikaitkan dengan salah satu upaya dalam program Gerakan Lingkungan Hidup, yakni hemat air.
Fakta yang harus disampaikan kepada khalayak ramai adalah masih banyak dijumpai perilaku yang tidak mencerminkan budaya hemat air, khususnya dalam lingkungan sekolah. Adapun perilaku tersebut meliputi: tidak mematikan air saat bak mandi sudah penuh, menyiram tanaman secara tidak teratur, terlalu banyak menggunakan air ketika buang air di kamar mandi, tidak menutup keran dengan sempurna sehingga air masih menetes terus-menerus, dan lain sebagainya. Contoh perilaku yang telah disebutkan sebelumnya secara tidak sadar masih sering terjadi di lingkungan sekolah. Dapat dipastikan jika perilaku tersebut masih dijumpai di lingkungan sekolah, maka perilaku tersebut juga dapat dijumpai di lingkungan rumah. Apabila perilaku tersebut tidak segera diperbaiki, maka dampaknya akan semakin meluas dan mengancam keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di dunia dan keseimbangan ekosistem.
World Water Forum telah memperkirakan bahwa pada tahun 2025 makhluk hidup di bumi akan bertambah sulit dalam mendapatkan pasokan air bersih. PBB menyampaikan perkiraannya bahwa pada tahun 2050 jumlah manusia yang kesulitan air bersih akan meningkat. Sejalan dengan hal tersebut maka kemungkinan terjadinya krisis air akan semakin besar. Seperti yang telah diketahui oleh banyak manusia, bahwa pada sebagian wilayah bumi telah mengalami krisis air yang berdampak pada harapan hidup manusia yang menurun. Begitu juga dengan makhluk hidup yang tinggal di wilayah tersebut juga merasakan dampak dari kelangkaan air bersih. Krisis air yang terjadi menimbulkan berbagai macam penyakit yang membahayakan bagi manusia, diantaranya: diare, korela, disentri, polio, hingga stunting yang terjadi pada anak.
Dampak krisis air bersih di luar negeri yang kerap menjadi sorotan adalah banyaknya terjadi bencana dan kualitas hidup yang rendah. Krisis air bersih tersebut terjadi di beberapa wilayah, seperti Timur Tengah dan Afrika. Sampai saat ini krisis air bersih dirasakan oleh dua pertiga penduduk dunia. Di Indonesia, dampak dari krisis air bersih adalah kelaparan yang semakin meningkat karena pertanian kesulitan mendapatkan air bersih, standar kehidupan menurun, lahan basah yang berubah menjadi kering sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Dampak-dampak tersebut dapat dihambat dengan membiasakan budaya hemat air. Hal ini dilakukan dengan harapan agar ketersediaan air tidak habis dalam jangka waktu yang singkat. Tentunya tidak hanya perilaku hemat air yang dapat dilakukan oleh manusia, melainkan hal-hal kecil lainnya yang berkaitan dengan air dapat membantu menghambat kelangkaan air bersih.
Kembali pada anggapan bahwa manusia belum sepenuhnya memahami dan merasakan dampak dari kelangkaan air bersih, maka masih banyak dijumpai warga sekolah yang masih abai dengan pentingnya ketersediaan air bersih. Sejatinya setiap manusia dapat belajar dari pengalaman orang lain, maksudnya dalam hal ini warga sekolah dapat melihat keadaan orang di luar sana yang telah merasakan kelangkaan air bersih. Warga sekolah hendaknya membuka kacamata sudut pandangnya secara lebih lebar agar wawasan yang dimiliki semakin bertambah. Kepedulian itu tercipta karena adanya pemahaman dan wawasan yang luas. Sekolah telah mengupayakan budaya hemat air melalui poster-poster yang dipasang di lingkungan sekolah. Akan tetapi poster tersebut tidak akan membekas pada benak pembacanya apabila tidak ada sosialisasi dan pembiasaan. Sejatinya kalimat “Bisa karena terbiasa” akan dapat tercipta ketika warga sekolah terbiasa menghemat air sehingga perilaku tersebut bisa dilakukan secara sendirinya.
Guru dalam jabatannya dapat mengambil peran dalam membantu menyadarkan siswa agar senantiasa membudayakan perilaku hemat air. Tidak hanya guru PPKn saja yang dapat mengajarkannya melalui materi mengenai sila Pancasila, tidak hanya guru IPA saja yang dapat mengajarkannya melalui materi tentang Sumber Daya Alam, dan tidak hanya guru Agama saja yang dapat mengajarkannya dengan materi akhlak yang baik, melainkan semua guru dapat mengajarkan budaya perilaku hemat air. Apabila setiap warga sekolah telah memiliki pola pikir tentang kesadaran untuk membudayakan perilaku hemat air, maka harapan untuk berkurangnya potensi terjadinya krisis air semakin meningkat. Serta tujuan dari refleksi Gerakan Lingkungan Hidup dapat tercapai secara maksimal.
Comments 1