Mengapa memilih Storytelling sebagai skill yang diperlukan dalam berafiliasi dengan komunitas belajar?
1. Koneksi Emosional
Koneksi emosional dapat menciptakan keterlibatan yang lebih dalam antara penyampai cerita dan audiens. Dengan menggunakan storytelling yang menarik, audiens akan lebih mudah terhubung secara emosional, sehingga pengalaman yang dibagikan dapat dirasakan lebih dalam.
Misalnya, cerita tentang pengalaman nyata seorang guru dalam menghadapi tantangan di kelas dapat membuat pendengar merasa terlibat dan bahkan terinspirasi.
2. Konten yang Mudah Diingat
Cerita yang menarik cenderung lebih mudah diingat daripada informasi yang disajikan secara kering atau hanya dalam bentuk fakta. Cerita dapat membangun gambaran visual dan emosi, yang berfungsi sebagai pengingat.
Misalnya, ketika seorang guru membagikan kisah sukses dari salah satu siswanya, audiens akan lebih mungkin mengingat pelajaran yang disampaikan dibandingkan hanya dengan menyebutkan angka-angka statistik.
3. Memahami Audiens
Sebelum menyampaikan cerita, penting untuk memahami siapa audiens kita. Apakah mereka guru SD, SMP, SMA, atau PAUD? Setiap kelompok audiens memiliki latar belakang dan kebutuhan yang berbeda.
Dengan memahami karakteristik audiens, kita dapat menyesuaikan cerita dan bahasa yang digunakan agar lebih relevan dan dapat diterima oleh pendengar.
4. Struktur Cerita yang Efektif
Sebuah cerita harus memiliki struktur yang baik agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik. Cerita yang terlalu panjang dapat membuat audiens kehilangan fokus, sementara cerita yang terlalu pendek mungkin tidak cukup memberikan informasi yang diinginkan.
Struktur yang umum digunakan adalah pengenalan, konflik, dan resolusi, yang memungkinkan audiens mengikuti alur cerita dengan mudah.
5. Bahasa yang Sederhana
Penggunaan bahasa yang sederhana dan menarik adalah kunci dalam storytelling yang efektif. Hindari penggunaan jargon atau istilah ilmiah yang mungkin sulit dipahami oleh audiens.
Misalnya, jika membahas konsep pedagogi, sampaikan dengan istilah yang akrab dan mudah dimengerti agar semua pendengar dapat mengikuti dan memahami inti dari cerita tersebut.
baca juga: Meningkatkan Skill menjadi Narasumber Berbagi Praktik Baik di Era Digital
Bagaimana Meningkatkan Keterampilan Storytelling dalam Berbagi Praktik Baik
1. Kenali Audiens
Sebelum memulai storytelling, identifikasi siapa audiens Anda. Misalnya, apakah mereka guru SD, SMP, atau SMA. Setiap kelompok memiliki karakteristik, kebutuhan, dan cara pandang yang berbeda.
Lakukan riset tentang apa yang mereka butuhkan atau apa yang mereka minati. Hal ini bisa membantu Anda menentukan tema cerita dan menyesuaikan gaya penyampaian.
2. Struktur Cerita yang Efektif
Mulai dengan hook atau pernyataan menarik yang dapat menarik perhatian audiens dalam melakukan storytelling. Misalnya, ceritakan pengalaman pribadi yang relevan atau gunakan pertanyaan retoris.
Kemudian, kembangkan cerita dengan menyajikan informasi yang jelas dan terstruktur. Pastikan alur cerita logis dan mudah diikuti. Gunakan contoh konkret untuk mengilustrasikan poin-poin penting.
Pada bagian penutup, Akhiri dengan kesimpulan yang kuat. Ringkas kembali poin-poin penting dan berikan audiens sesuatu untuk dipikirkan, misalnya, ajakan untuk beraksi atau mengimplementasikan apa yang mereka pelajari.
3. Bahasa yang Sederhana
Dalam praktik storytelling, gunakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Hindari jargon atau istilah teknis yang bisa membingungkan audiens.
Selain itu, gunakan gaya bahasa yang menggugah emosi dan imajinasi. Misalnya, menggunakan metafora, perbandingan, atau humor yang sesuai untuk membuat cerita lebih hidup.
4. Alat Bantu Visual
Gunakan gambar, grafik, atau video yang relevan dengan cerita Anda. Alat bantu visual ini dapat membantu mengilustrasikan poin-poin penting dan menjaga perhatian audiens.
Jika menggunakan slide, pastikan desainnya menarik, tidak terlalu ramai, dan menggunakan font yang mudah dibaca. Gunakan bullet points untuk merangkum informasi.
5. Latih Kemampuan Berbicara
Latih presentasi Anda beberapa kali sebelum tampil. Ini bisa membantu meningkatkan kepercayaan diri dan kelancaran penyampaian.
Kemudian Anda bisa gunakan variasi dalam intonasi suara untuk menekankan poin-poin penting. Jaga agar kecepatan berbicara tidak terlalu cepat agar audiens dapat mengikuti dengan baik.
Dan jangan lupa untuk catat momen-momen penting yang bisa ditonjolkan dalam presentasi. Misalnya, saat memberikan data atau fakta, Anda bisa menekankan dengan suara lebih tegas.
6. Pemilihan Media Sosial
Pilih platform yang sesuai untuk audiens Anda. Misalnya, jika audiens muda, TikTok atau Instagram bisa lebih efektif. Untuk audiens yang lebih profesional, LinkedIn bisa menjadi pilihan yang baik.
Selanjutnya, buat konten yang menarik dan mudah diakses. Gunakan format video pendek, infografis, atau cerita visual untuk menarik perhatian audiens. Gunakan caption yang menarik untuk menggugah rasa penasaran.
7. Membangun Keterlibatan
Interaksi dengan Audiens: Selama presentasi, ajak audiens untuk bertanya atau berbagi pengalaman mereka. Ini akan membuat mereka merasa terlibat dan lebih terhubung dengan cerita Anda.
Jangan lupa, setelah sesi, mintalah umpan balik dari audiens untuk memahami apa yang mereka sukai dan apa yang bisa diperbaiki. Ini dapat membantu Anda dalam presentasi selanjutnya.
baca juga : Pentingnya Storytelling: Memikat Audiens Sebagai Narasumber di Platform Digital
Perlu persiapan mental dan materi yang benar benar matang karena yang dihadapi sama sama pendidik
Mempersiapkan mental yang baik dan materi yang bagus punya kemampuan berbicara yang baik pula karena yg dihadapi adalah sesama pendidik.