• Kirim tulisan
Calak Pendidikan
Social icon element need JNews Essential plugin to be activated.
  • Berita
  • Administrasi
  • Sumber Belajar
  • Event
No Result
View All Result
  • Berita
  • Administrasi
  • Sumber Belajar
  • Event
No Result
View All Result
Calak Pendidikan

Apakah Kita Belajar Untuk Tidak Bertanya di Sekolah?

Riyo Arie Pratama by Riyo Arie Pratama
Juli 16, 2025
0
Apakah Kita Belajar Untuk Tidak Bertanya di Sekolah?

Sekolah seharusnya menjadi ruang yang membebaskan. Namun dalam praktiknya, ia sering kali justru menjadi penjara intelektual yang jadi tempat di mana kita diajarkan untuk menerima, bukan mempertanyakan. Kita dihargai karena kemampuan menghafal, bukan karena keberanian bertanya. Kita diberi nilai karena tunduk pada standar, bukan karena menyimpang demi berpikir. Dalam kerangka pendidikan modern, sekolah dibungkus dengan retorika kemajuan dan pencerahan. Tapi siapa yang menentukan ‘kemajuan’ itu? Apakah sekolah mendidik kita untuk berpikir, atau justru melatih kita agar patuh dan bisa diserap ke dalam sistem sosial-ekonomi yang sedang berkuasa? Artikel ini ingin membuka kembali diskursus tentang hakikat pendidikan. Dalam metode spekulatif dan retoris, kita akan bertanya, “Apakah berpikir itu berbahaya bagi sekolah?”

Berpikir adalah aktivitas yang paling manusiawi. Tapi dalam masyarakat yang diatur oleh sistem, berpikir bisa menjadi tindakan subversif. Kebebasan berpikir bukan sekadar kebebasan berbicara, tapi ia adalah keberanian untuk mempertanyakan asumsi yang dianggap benar oleh mayoritas. Di sekolah, murid jarang diajak untuk mempertanyakan kebenaran. Buku teks dianggap suci. Guru adalah otoritas absolut. Nilai adalah ukuran final. Maka kebebasan berpikir direduksi menjadi ‘kreativitas dalam batasan’. Kita diajarkan berpikir, tapi hanya sebatas tidak mengguncang sistem. Kebebasan berpikir, seharusnya kebebasan yang diberi tetapi kebebasan yang direbut. Dan justru karena itu, berpikir menjadi berbahaya bagi sistem yang ingin stabil, tertib, dan terkontrol.

Sekolah adalah institusi. Dan seperti semua institusi, ia memiliki struktur kekuasaan. Dalam struktur ini, murid adalah subjek yang didisiplinkan. Melalui aturan seragam, jadwal, kurikulum, dan evaluasi, sekolah membentuk tubuh yang taat dan pikiran yang terprogram. Michel Foucault menyebutnya “disciplinary society”, masyarakat yang mendisiplinkan tubuh dan pikiran melalui institusi seperti penjara, rumah sakit, dan sekolah. Dalam kerangka itu, sekolah bukanlah tempat kebebasan, melainkan tempat reproduksi kekuasaan. Murid belajar untuk datang tepat waktu, duduk diam, mendengarkan, mencatat, dan menjawab sesuai kunci jawaban. Kreativitas dianggap gangguan, keberanian bertanya dianggap pembangkangan. Sekolah bukan tempat bertanya, tapi tempat mengikuti. Dalam sistem seperti ini, ketaatan menjadi nilai utama. Anak-anak yang kritis sering dianggap nakal. Mereka yang bertanya “kenapa harus begitu?” diperingatkan agar tidak banyak bicara. Padahal, bukankah semua pengetahuan besar dimulai dari pertanyaan?

Apa itu belajar? Apakah ia sekadar proses memasukkan informasi ke dalam otak? Ataukah ia adalah transformasi cara berpikir? Dalam praktik sekolah hari ini, belajar sering direduksi menjadi menghafal. Semakin cepat dan akurat menghafal, semakin pintar murid itu dianggap. Padahal, belajar sejati bukan mengisi kepala dengan informasi, melainkan menata ulang cara berpikir. Menghafal tanpa memahami ibarat membaca puisi dalam bahasa asing kita bisa melafalkan tapi tidak menghayati. Sekolah modern, sayangnya, terlalu sering mengukur kecerdasan dengan seberapa banyak seseorang bisa mengingat, bukan seberapa dalam ia bisa memahami. Rocky Gerung menyebut ini sebagai “penjara pengetahuan”di mana ilmu tidak membebaskan, tapi membelenggu. Karena yang diutamakan bukan kebenaran, melainkan ketaatan pada kurikulum.

Anak kecil lahir dengan rasa ingin tahu yang luar biasa. Tapi lihatlah anak remaja yang telah bertahun-tahun sekolah. Berapa banyak dari mereka yang masih berani bertanya di kelas? Rasa ingin tahu yang liar dan merdeka itu pelan-pelan dibungkam oleh sistem. Ketika pertanyaan tidak masuk ujian, maka dianggap tidak penting. Ketika jawaban tidak ada di buku, dianggap salah. Ketika gagasan tidak sesuai kurikulum, dianggap menyimpang. Maka anak pun belajar untuk diam, untuk menunggu arahan, untuk mematuhi. Inilah tragedi pendidikan, ketika anak-anak dididik agar tidak ingin tahu. Karena rasa ingin tahu dianggap ancaman bagi keteraturan. Sekolah membentuk manusia yang bisa menjawab, tapi tidak bisa bertanya.

Bagaimana seharusnya pendidikan dibangun? Jawabannya mungkin dengan menjadikan belajar sebagai aktivitas bebas. Bukan bebas tanpa arah, tapi bebas untuk berpikir, bertanya, menyimpang, dan menemukan. Belajar yang membebaskan tidak membutuhkan struktur vertikal antara guru dan murid. Guru adalah teman diskusi, bukan hakim kebenaran. Murid adalah pencari makna, bukan penerima informasi. Kurikulum adalah panduan, bukan kandang.Teknologi hari ini memungkinkan pembelajaran non-formal yang jauh lebih kaya daripada di kelas. Tapi kita masih bertahan pada sistem evaluasi dan sertifikasi yang mengekang. Maka pembebasan pendidikan bukan soal menambah pelajaran, tapi mengubah relasi kuasa dalam proses belajar. Mark Manson pernah menulis, “Berpikir itu tidak perlu izin.” Dan seharusnya, belajar pun demikian. Anak tidak perlu izin untuk mempertanyakan. Tidak perlu izin untuk berbeda pendapat. Tidak perlu izin untuk tidak setuju.

Sekolah yang baik bukan yang menghasilkan murid yang patuh. Sekolah yang baik adalah yang takut pada murid yang terlalu diam. Karena diam adalah tanda bahwa murid sudah tidak lagi berpikir. Pendidikan yang ideal bukan yang menciptakan generasi penghafal, tetapi generasi penggugat. Dan di tengah dunia yang penuh kepalsuan, berpikir kritis adalah tindakan paling radikal. Maka jika sekolah hari ini merasa terganggu oleh pertanyaan, itu pertanda bahwa pendidikan kita sedang gagal.

Tags: berpikir kritisPENDIDIKANSekolahsistem pendidikan
Next Post

Videforex Review 2025 Read Before You Trade

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result
  • Tentang
  • Tim Kami
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
  • Kebijakan Privasi

© 2022 Calak Pendidikan - Banyak Bicara Seputar Pendidikan

Social icon element need JNews Essential plugin to be activated.
No Result
View All Result
  • Berita
  • Administrasi
  • Sumber Belajar
  • Event