Oleh : Achmad Fathoni, S.Pd.SD (Kepala SD Negeri Pesantren Kecamatan Tembelang)
Implementasi Kurikulum Paripurna – Baru saja ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia tentang Kurikulum Pendidikan yang baru, yaitu Kurikulum Nasional. Kurikulum Nasional telah dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) nomor 12 tahun 2024. Bahkan sudah masuk Berita Negara Republik Indonesia tahun 2024 nomor 172.
Dengan demikian sejak saat itu Kurikulum Merdeka telah resmi menjadi Kurikulum Nasional. Implementasi Kurikulum Nasional tersebut adalah bahwa Satuan Pendidikan yang belum melaksanakan Kurikulum Merdeka dapat melaksanakan Kurikulum 2013 sampai dengan tahun pelajaran 2025/2026 dan menerapkan Kurikulum Merdeka paling lambat tahun pelajaran 2026/2027.
Satuan Pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar yang belum melaksanakan Kurikulum Merdeka dapat melaksanakan Kurikulum 2013 sampai tahun pelajaran 2026/2027 dan memulai penerapan Kurikulum Merdeka.
Satuan Pendidikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TKLB (Taman Kanak-Kanak Luar Biasa), dan penyelenggara ksesetaraan dapat menerapkan Kurikulum Merdeka secara bertahap atau serentak. Satuan Pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SDLB, dan SMPLB dapat menerapkan Kurikulum Merdeka secara bertahap mulai kelas I, IV, dan kelas VII atau secara serentak seluruh kelas.
Satuan Pendidikan SMA/MA, SMK/MAK, dan SMALB dapat melaksanakan Kurikulum Merdeka secara bertahap mulai kelas X. Sementara itu mata pelajaran Bahasa Inggris untuk SD/MI atau bentuk lain yang sederajat menjadi mata pelajaran pilihan sesuai kesiapan masing-masing sampai tahun pelajaran 2026/2027 dan menjadi wajib tahun pelajaran 2027/2028.
Kemendikbudristek bertanggung jawab untuk mendukung proses transisi menyediakan pelatihan guru yang mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris. Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk mendukung proses transisi melalui penyediaan guru Bahasa Inggris.
Realitas Pendidikan Kita Saat ini
Meski telah banyak kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia sejak merdeka, namun Pemerintah Indonesia terus melakukan pembenahan dan penyempurnaan.
Antara lain, Kurikulum 1947 (Bahasa Belanda Lepran), Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952), Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964), Kurikukulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 (Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif/CBSA), Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Kurikulum 2013 (K-13), dan akhirnya yang terbaru Pemerintah menetapkan dan memberlakukan Kurikulum Merdeka tahun 2024.
Patut untuk diperhatikan oleh semua pihak, terutama insan pendidikan, baru-baru ini ada pernyataan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadim Makarim, mengatakan, “Kita memasuki era dimana gelar tidak menjamin kompetensi, lulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja, akreditasi tidak menjamin mutu, masuk kelas tidak menjamin belajar”.
Sangatlah jelas bahwa out put (lulusan) pendidikan kita saat ini, sesuai yang diungkapkan oleh Mendikbudristek, ibarat untuk mendapatkan gelar semudah membalikkan telapak tangan. Sehingga tidak ada jaminan mutu.
Data dari kementerian terkait, peringkat pendidikan kita berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan semua elemen bangsa ini. Pasalnya peringkat rata-rata IQ (Intelligence Quotien) Indonesia hanya menempati peringkat 130 dari 199 negara di dunia. Peringkat sistem pendidikan kita hanya menempati peringkat 54 dari total 77 negara di dunia.
Data lain menunjukkan, pada tahun 2014 posisi pendidikan Indonesia sangatlah buruk. The Learning Curve Pearson 2014, sebuah Lembaga pemeringkatan pendidikan dunia memaparkan bahwa Indonesia menempati peringkat terakhir dalam mutu pendidikan di dunia.
Sedangkan pada tahun 2015 mutu pendidikan di Indonesia masih saja berada pada 10 negara yang memiliki mutu pendidikan yang rendah. Peringkat tersebut diperoleh dari Global School Rangking. Dilihat dari tahun 2014 berjalan ke tahun 2015 mutu pendidikan di Indonesia dapat dikatakan mengalami peningkatan, meskipun tidak mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Data lain menunjukkan cita-cita menuju Indonesia emas masih sangat jauh dari harapan, sebagaimana pepatah bak panggang jauh dari api. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2021, hanya ada 8,31 persen penduduk Indonesia dengan pendidikan di level S1 hingga S3, jauh lebih rendah dibandingkan Vietnam dan Malaysia.
Di Indonesia penduduk bekerja didominasi lulusan SD ke bawah, mencapai 51,49 juta orang atau 36,82 persen dari total pekerja.
Meneropong Kurikulum Paripurna
Dari paparan tersebut, kita patut prihatin dengan perkembangan yang ada. Artinya perubahan dan pemberlakuan kurikulum sudah dilakukan berulang kali, namun hasilnya belum mencapai harapan. Semuanya masih terkesan berjalan di tempat, bahkan terjadi penurunan kualitas pendidikan kita saat ini dibandingkan era-era sebelumnya.
Untuk itu semua pihak terutama pemegang kebijakan di negeri ini patut melakukan terobosan bahkan jika perlu harus melakukan upaya yang terbilang out of the box yaitu berpikir dari sudut pandang yang lain sehingga berbeda dengan kebanyakan orang. Maka tidak ada salahnya jika kita menengok sejarah peradaban emas yang telah dicapai umat manusia sebelumnya, yang tentu karena kontribusi “Kurikulum Paripurna” yang diterapkan kala itu.
Sejarah telah memperlihatkan kejayaan pendidikan (Islam) dari berbagai aspeknya, khususnya sepanjang era kekhilafahan (abad ke-6 M hingga abad ke-19 M). Sistem Pendidikan saat itu bukan saja menghasilkan ulama’ dalam ilmu agama (Islam), tapi juga para ilmuwan yang berskala internasional, karyanya dikagumi dan menginspirasi dunia Barat hingga sekarang.
Hal itu diperkuat oleh pengakuan jujur sejarawan Barat, Montgomery Watt dalam bukunya The Influence of Islam on Medieval Europe (1994) menyatakan, “Peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri, tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi motornya, kondisi Barat tidak akan ada artinya”.
Pada masa itu terlahir banyak ilmuwan dan ulama’ di bidang tsaqafah (ilmu keislaman) bagai bunga yang mekar di musim semi. Filosofi Islam, yang berhasil mengintegrasikan belajar dan kesadaran beragama menjadikan tsaqafah (ilmu keislaman) sebagai inspirasi, motivasi, dan orientasi pengembangan matematika, sains, teknologi, dan rekayasa hingga melahirkan banyak ilmuwan dan teknologi, dan rekayasa hingga melahirkan banyak ilmuwan dan teknolog founding father disiplin ilmu pengetahuan modern.
Tsaqafah (ilmu keislaman) dan ilmu pengetahuan yang kita pelajari saat ini dan juga produk-produk industri yang kita nikmati saat ini merupakan sumbangan para ulama’ dan ilmuwan muslim saat itu.
Di bidang kedokteran Ibu Sina (Avecena), Ibn Rusyd, dan Az-Zahrawi. Al-Khawarizmi, pakar matematika, penggagas angka nol, dan algoritma, peletak dasar komputerisasi. Al-Idris (Dreses) pakar geografi, inventor globe, penggagas teknik pemetaan. Az-Zarkalli, pakar astronomi, inventor astrolobe pengukur jarak bintang-horison, penyumbang prinsip navigasi.
Ibnu Al-Haitsam, pakar fisika penggagas optika. Al-Kindi, seorang filosof yang juga pakar fisika, mewariskan dasar meteorologi, anemologi, klimatologi, oseanografi, dan fisika musik. Jabir Ibn Hayyan, pakar kimia, penggagas karakterisasi unsur logam dan non-logam. Muhammad, Ahmad, dan Hasan (tiga bersaudara), pakar mekanika, penyumbang teknik irigasi.
Ibnu Firnas (Bapak Auronautika), yang telah menginspirasi pembuatan pesawat terbang modern. Buku karya mereka diterjemahkan ke banyak bahasa bahkan menjadi rujukan di universitas-universitas dunia hingga saat ini. Selain mereka, masih banyak lagi ulama’ dan ilmuwan dengan kepakarannya, yang telah mengubah peradaban dunia ke arah kemajuan yang tiada tara.
Beberapa lembaga Pendidikan (Islam) kelas dunia yang berdiri kala itu antara lain, Nizhamiyah (1067 – 1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M – sekarang) di Mesir, Al-Qarawiyin (859 M – sekarang) di Fez Maroko, dan Sankore (989 M – sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika. Lembaga pendidikan (Islam) ini pun menerima para siswa dan mahasiswa dari Barat, Paus Sylvester II, sempat menimba ilmu di Universitas Al-Qarawiyin.
Selain itu, sistem pendidikan (Islam) saat itu telah mendorong literasi masyarakatnya lebih tinggi daripada Eropa. Perpustakaan umum yang penuh dengan karya para ulama’ dan ilmuwan. Sebagai contoh saja, Perpustakaan Darul Hikam di Kairo Mesir berisi 2 juta judul buku, sedangkan Perpustakaan Gereja Canterbury (terbilang lengkap pada abad ke-14) di Inggris hanya memililki 1,8 ribu judul buku.
Perpustakaan Umum Tripoli (Syam) mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku. Perpustakaan umum Cordova (Andalusia) memiliki lebih dari 400 ribu buku. Perpustakaan Al-Hakim (Andalusia) memiliki 40 ruangan yang setiap ruangannya berisi lebih dari 18 ribu judul buku. Perpustakaan semacam itu yang lain tersebar luas di berbagai wilayah kekhilafahan saat itu.
Tidak berlebihan kiranya pernyataan objektif Bloom dan Blair, “Rata-rata tingkat kemampuan literasi (membaca dan menulis) di dunia Islam pada abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa” (Jonathan Bloom dan Sheila Blair, Islam : A Thousand Years of Faith and Power, Yale University Press, London, 2002).
Implementasi “Kurikulum Paripurna” dalam segala aspek kehidupan dapat kita temukan dalam sejarah panjang peradaban Islam yaitu selama 1300 tahun lebih menjadi peradaban unggul yang memayungi dunia dengan berbagai kesejahteraan dan keagungan. Kemajuan pada masa keemasan peradaban Islam bahkan telah terbukti menjadi rujukan peradaban lainnya.
Misalnya, hal tersebut diungkapkan oleh Tim Wallace-Murphy (WM) yang menerbitkan buku berjudul “What Islam Did For Us: Understanding Islam’s Contribution to Western Civilization” (London, Watkins Publising, 2006). Buku tersebut memaparkan fakta tentang transfer ilmu pengetahuan dari dunia Islam (Khilafah) ke Barat pada Abad Pertengahan. Disebutkan pula bahwa Barat telah berhutang pada Islam dalam hal pendidikan dan sains. Utang tersebut tidak ternilai harganya dan tidak pernah dapat terbayarkan sampai kapan pun.
Di bidang teknologi dan industri, Khilafah saat itu mencapai kemajuan yang sangat tinggi. Donald R. Hill dalam bukunya, Islamic Technology : an Illustrated History (University of Cambridge, 1986) membuat sebuah daftar Panjang berbagai industri yang pernah ada dalam sejarah Islam. Mulai dari industri mesin, bahan bangunan, pesenjataan, perkapalan, kimia, tekstil, kertas, kulit, pangan hingga metalurgi.
Dan yang lebih menakjubkan bahwa seluruh pembiayaan pendidikan kala itu ditopang sepenuhnya oleh negara khilafah. Artinya peserta didik dan masyarakat dibebaskan/digratiskan dari biaya pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Dasar yang menunjukkan bahwa pendidikan bebas biaya menjadi tanggung jawab negara, yaitu berdasarkan ijma’ shahabat yang memberikann gaji kepada para pengajar/guru dari pos Baitul Maal (kas negara) dengan besaran tertentu.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah bahwa ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak. Dan Khalifah Umar bin Khathab memberi gaji lima belas dinar (dengan konversi 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas, maka besaran gaji guru sekitar 63,75 gram emas) setiap bulan. Selain itu, negara khilafah kala itu juga memberikan penghargaan yang luar biasa kepada ulama’ dan ilmuwan yang telah membukukan karya ilmiahnya dengan memberikan kompensasi berupa pemberian emas batangan seberat buku atau kitab yang telah ditulisnya.
Sehingga hal itu sangat mendorong insan pendidikan untuk terus berkarya demi kemajuan bangsanya untuk meraih kejayaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat.
Jadi, solusi alternatif yang paling logis dan komprehensif apabila arah peta jalan pendidikan mengacu pada sistem “Kurikulum Paripurna” yang telah diterapkan di masa kejayaan Islam dahulu. Yaitu sistem pendidikan yang berbasis dan beriorientasi transendental. Yang ditata dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang diturunkan oleh Yang Maha Sempurna, Allah swt Tuhan Yang Maha Esa untuk kebaikan dan kesejahteraan umat manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam. (AF)
Subhanallah bagus isinya pak, kalau membaca masa kejayaan Islam ,dimana ilmu sangat di hargai ,dan itu menambah semangat saya untuk bisa mengabdi sebagai guru dalam perspektif islam.meskipun itu tidak mudah di saat seperti ini
Bercermin dari kejayaan islam masa lalu yg kaya literasi banget..subhanalloh..
Bercermin dari kejayaan islam masa lalu yg kaya literasi banget..subhanalloh..
Masyaa Allah…menyerahkan sekali. Jazaakumullah khoir atas tulisannya.