Taun Anyar dI Baduy Luar. “Di kami mah telok ngayakeun kariaan mapag taun anyar hiji Januari. Anu aya geh jelema ti luar anu datang kadieu ngadon arulin, tampolana mah kami rada kaganggu. Tapi teu nanaon aya untungna. Tamu nu datang sok meuli hasil karajinan, gula, peuteuy, madu nyiruan, jeung kadu”. (Bagi kami, tak ada acara khusus dalam merayakan Tahun Baru 1 Januari. Hanya banyak warga luar yang datang ke wilayah kami di Baduy. Kami agak terganggu dengan banyak tamu yang datang. Tetapi ada untungnya juga, banyak tamu yang membeli hasil kerajinan, hasil kebun yaitu petai, gula, madu lebah dan durian).
Dialog di atas dituturkan oleh seorang warga Baduy Luar ketika ngobrol dengan Bapak Usen Suhendar, S.Pd., M.Si., Kepala SDN II Bojongmenteng, kampung Ciboleger, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak.(31/12/2021).
Baca Juga : Senyum manis dari Flores
Tak sekolah
Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat adat etnis Sunda. Mereka saat taat pada adat istiadat leluhurnya. Mereka tidak boleh sekolah. Tidak boleh memafaatkan teknologi dan hidup sesuai dengan adat leluhurnya.SDN II Bojongmenteng merupakan salah satu sekolah yang berbatasan langsung dengan perkampungan Baduy luar. Seperti dituturkan pa Usen, Sang Kepsek, kendati secara geografis sekolah itu tak jauh dan berbatasan langsung dengan pemukiman Baduy luar dan Baduy Dalam, tak seorangpun anak anak Baduy yang boleh bersekolah.
“Tabu bagi anak anak Baduy Dalam dan Baduy Luar untuk bersekolah”. Kalau toh anak anak itu datang ke sekolah, mereka hanya nonton, main main di pelataran sekolah. Anak anak Baduy hanya seserentengan, main ke sana kemari di halaman sekolah. Kami pun para guru, tak bisa mengajak anak anak Baduy untuk belajar, karena hal tersebut dilarang para orangtua mereka. Saat ini, siswa di SDN 2 Bojong menteng berjumlah 192 siswa. Dari jumlah itu hanya 4 orang siswa yang orang tua berasal dari keturunan Baduy. Orangtuanya memilih untuk keluar, pindah agama dan menjadi warga biasa.
Baca Juga : Sekolah di Laut China Selatan
Sampai sekarang ini, sekolah kami hanya dimanfaatkan oleh anak anak warga sekitar atau anak dari orangtua asal Baduy Luar yang sudah “keluar” dan berbaur dengan masyarakat umum. Padahal SD kami, sangat terbuka dengan jumlah guru yang cukup, dan fasilitas sekolah yang memadai. Sekolah kami juga dilengkapi dengan digital library yang bisa mengakses berbagai informasi dan sumber belajar secara online (dalam jaringan). Demikian selintas salah satu tradisi masyarakat adat etnis Baduy di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak. Saat ini populasi Baduy Dalam dan Baduy luar mencapai 26.000 orang, mendiami total tanah Ulayat Baduy seluas 5.100 Ha. Mereka termasuk masyarakat adat yang terus konsisten “menutup” diri dari dunia luar, dan tidak terpengaruh oleh perkembangan zaman.
Bukan Etnis Terasing
Masyarakat Baduy sendiri lebih senang disebut urang Kanekes orang Kanekes atau urang Cibeo orang Cibeo. Hal ini sesuai dengan nama kampungnya yaitu kampung Kanekes dan Cibeo yang terletak di kaki Pegunungan Kendeng, desa Kanekes Kabupaten Lebak. Masyarakat etnis Baduy sebenarnya bukan etnis terasing, yang menutup diri dari dunia luar.
Garna (1993) meyakini bahwa etnis Baduy bukan masyarakat terasing atau isolated tribe. Sejak Kesultanan Banten beberapa abad lalu, wilayah Kanekes menjadi wilayah kekuasaannya. Masyarakat Baduy secara rutin melaksanakan seba sebagai bentuk pengakuan dan kehormatan kepada penguasa/pemerintahan sampai sekarang. Upacara Seba adalah upacara pengantaran hasil bumi kepada pemerintah kabupaten atau propinsi yang dilakukan setahun sekali. Secara umum, etnis Baduy terbagi dalam tiga kelompok. Yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001).
Baca Juga : Pedagogi welas asih
Pertama, masyarakat Baduy Dalam atau tangtu, yaitu kelompok masyarakat Baduy yang paling ketat mengikuti adat istiadat. Baduy Dalam tak mengenal baca tulis, taat pada adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang yang hanya tuturan lisan saja. Mereka tinggal di tiga kampung : Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Nikmati juga suasana alami, kehidupan masyarakat adat masa lampau. Taun Anyar di Baduy Luar
agar anak-anak bisa bersekolah, kenapa tidak minta bantuan Kesultanan Banten melakukan pendekatan dan melakukan himbauan atau edukasi tentang pentingnya sekolah ? mungkin dengan pendekatan dari Kesultanan masyarakat dapat berubah pikiran
Diberikan saja hak asasi mereka