PAPUA DI TIMUR MATAHARI. Tanah Papua itu indah. Papua memiliki berjuta pesona. Papua wilayah Indonesia paling timur yang spesifik, dan terkadang sarat misteri.
Al kisah, di suatu pagi, seorang anak muda Orang Asli Papua bernama Mazmur, duduk termenung di pinggiran lapangan penuh ilalang. Sudah beberapa pekan, setiap pagi ia menunggu kedatangan kapal kecil berbaling baling mendarat di lapangan terbang tua dekat kampungnya. Ia menunggu dengan sabar kedatangan penumpang kapal. Yaitu seorang guru pengganti di sekolahnya. Namun, sudah berganti bulan, kapal kecil itu tak pernah singgah. Artinya, sang guru pengganti belum juga datang.
Itulah cuplikan film yang bertajuk “Di Timur Matahari”. Film drama yang dirilis pada Juni 2012 lalu, disutradarai oleh Sineas muda Ari Sihasale. Seperti film lainnya, karya Sineas muda ini, senantiasa menyajikan karya film dengan latar belakang keindahan Papua, budaya, adat istiadat, serta prilaku etnis setempat dengan tradisi lokal dan hukum adat yang khas.
Baca Juga : MENJEMPUT ASA DI SINGARAJA
Dalam film tersebut dikisahkan beberapa anak muda yang tetap dengan setia menunggu kedatangan guru. Mazmur dan kawan kawan setiap hari selalu menunggu kedatangan guru pengganti di sebuah lapangan terbang tua. Ternyata lapangan terbang tersebut merupakan satu-satunya media penghubung kampung itu dari kehidupan di luar sana. Tak ada transport darat. Tak ada transportasi laut, karena kampung terpencil berada di tengah belantara Pegunungan Tengah Papua. Perkampungan kecil dan warga lokal setempat (Orang asli Papua) berada di daerah Pegunungan Tengah Papua tersebut. Kawasan pegunungan pemukiman penduduk lokal yang masih terisolasi, dan merupakan daerah yang cukup sulit untuk dijangkau.
Di tengah kegalauan guru yang tak kunjung datang, beruntunglah ada seorang tua bernama Bapak Yakob. Ia salah seorang Pemuka adat yang peduli dengan masa depan anak cucunya. Ia selalu memperhatikan anak muda di kampungnya. Mazmur dan kawan kawan merupakan potret anak muda masyarakat lokal Papua yang haus belajar. Namun malang tak ada guru yang datang. Bapak Yakob, dikenal orangtua yang masih menjaga tradisi. Ia piawai memainkan alat musik tradisional Papua yaitu Pikon yang melegenda. Secara rutin, ia memainkan alat musik tersebut untuk mengisi waktu senggang sebagai alat hiburan bagi anak anak.
Baca Juga : PAGURON DI UJUNG KULON
Ketika mendengar kabar pak guru tak datang, Mazmur bergegas ke sekolah dan berseru kepada teman temannya, “Hari ini, Pace guru tra datang. Torang menyanyi saja, yo”, kata Mazmur. “Trus torang baku-main bola di Lapang toh”, demikian ajak Mazmur kepada teman temannya. Kelima anak ini mencari “pelajaran di alam” dan bercanda dengan “lingkungan sekitar, ilalang, sungai, dan pepohonan”. Mereka belajar dari kebun. Belajar dari pepohonan yang dilewati, bahkan mereka belajar bagaimana menyeberang pada jembatan gantung pada aliran sungai yang airnya mengalir deras dekat lingkungan sekolah.
Di saat lain, Mazmur dan kawan kawan belajar dari Pendeta Samuel yang baik hati. Atau pada kesempatan lain, mereka belajar ibu dokter Fatimah – seorang Dokter Relawan yang dengan telaten mengajarkan berbagai pengetahuan.
Namun malang kejadian tragis terjadi. Peristiwa pilu telah mengubah suasana yang damai menjadi suasana kacau dan mencekam karena ada konflik antar kampung. Walaupun orangtua mereka sedang bertikai, Mazmur dan kawan kawan tetap bersahabat. Mereka belajar bersama, bermain, bercanda dalam suasana riang gembira. Semangat anak muda Mazmud dan kawan kawan terus berupaya untuk mendamaikan kedua kampung yang sedang berkonflik. Berhasil kah mereka?
Baca Juga : TAUN ANYAR DI BADUY LUAR
Itulah sinopsis singkat Film “Di Timur Matahari”. Film besutan sineas muda Ari Sihasale yang bertutur tentang adat istiadat Papua, alamnya yang indah memesona.
PAPUA DI TIMUR MATAHARI- Learning Culture
Secara historis dinamika perjalanan panjang pembangunan pendidikan di Tanah Papua tidak lepas dari dinamika politik lokal dan politik nasional. Sejak 1 Mei 1963 Tanah Papua menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan pendidikan masyarakat Papua, mengalami banyak kendala.
Hal ini salah satunya disebabkan masih tingginya kesenjangan antarkelompok, antarwilayah dan antardaerah di Tanah Papua. Hal tersebut menuntut adanya perlakuan khusus dan kebijakan tersendiri dalam perencanaan dan implementasi pendidikan. Termasuk strategi perencanaan dan implementasi model kurikulum sekolah berdiversifikasi Tanah Papua.
Baca Juga : SENYUM MANIS DARI FLORES
Dalam formula umum, capaian pendidikan di suatu negara atau wilayah berkorelasi dengan tingkat sosial ekonomi dan latar belakang budaya yang di anut. Badan Pusat Statistik (2019) menyebutkan jika dihitung dari persentase kemiskinan, provinsi di Tanah Papua adalah daerah yang paling besar persentase kemiskinannya yakni Provinsi Papua sebesar 27,43%. Disusul Papua Barat dimana sebanyak 22,66% penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan. Oleh sebab itu hal yang cukup penting adalah bagaimana kebijakan yang dipilih agar bisa mempercepat peningkatan kesejahteraan dan melek pengetahuan warga Papua.
Diakui, secara umum kondisi masyarakat Papua ditandai dengan masih rendahnya budaya belajar (learning_culture). Hal ini disebabkan antara lain sebagian dari masyarakat Papua masih hidup dalam pola budaya nomaden, yaitu berburu dan meramu secara tradisional sehingga menyebabkan angka partisipasi sekolah masih rendah. Rata-rata angka buta aksara di Provinsi Papua juga masih tinggi. Jumlah rata-rata buta aksara di Tanah Papua mencapai 28,75% (Pusat Data dan Statistik Kemendikbud, 2019).
Baca Juga : SEKOLAH DI LAUT CHINA SELATAN
Angka ketidak kehadiran guru di wilayah pegunungan tengah Papua cukup tinggi. Hal ini antara lai dilaporkan Anderson (2020) yang menyatakan: “In highlands, however, most of these teachers do not show up for work. To say that “teacher absenteeism is a problem” is not to pretend that the system functions albeit with an absenteeism handicap. In Papua a teacher might skip a semester for absenteeism. _Angka ketidakhadiran guru juga sangat menarik untuk dikaji. Apakah ketidakhadiran itu akibat kurangnya motivasi para guru untuk bekerja dengan baik (lack of motivation)_. Atau ketidakhadiran guru tersebut karena kondisi lingkungan budaya dan alam yang tak mendukung, atau terjadinya mismanajemen dalam pengelolaan pendidikan. Dalam kondisi Papua dengan lingkungan alam yang cukup ekstrim, diperlukan guru yang tangguh dalam menghadapi ketahanmalangan (survival). Banyak guru yang runtuh etos kerjanya, ketika menghadapi medan kerja yang ekstrim, terbatasnya sarana dan prasarana sekolah, dan fasilitas umum termasuk fasilitas kesehatan yang nyaris berada di titik nadir. Hal ini menyebabkan kualitas pendidikan di Papua tetap rendah, dan angka putus sekolah peserta didik SD dan SMP cukup tinggi.
Di sisi lain seperti ditulis Anderson (2020), di Yahukimo misalnya, sebagai salah satu Kabaputen di Papua, “lumpuhnya” sistem pendidikan telah menjadikan angka buta huruf di sana sangat tinggi. In Yahukimo, the collapse of education system has led to illiteracy rates that are much worse than the provincial average: anecdotal evidence puts the illiteracy rate of 80 per cent.
Baca Juga : PEDAGOGI WELAS ASIH
DOB
Dengan adanya empat Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua, semoga percepatan pembangunan di Tanah Papua bisa terwujud. Sejatinya, tujuan pemekaran 4 DOB ini antara lain untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semoga Matahari di bagian timur Indonesia terus bersinar untuk kesejahteraan masyarakat dan merekatnya NKRI.
Torang bisa!!
Comments 2